Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Khairukum An fa'uhum linnaas
" yang terbaik diantara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia "

28 Mei 2011

Cinta Menurut Islam

www.Virtual Islamic.Blogspot.com


Dalam AL-QUR'AN, CINTA memiliki 8 PENGERTIAN, berikut ini penjelasannya :

1). CINTA MAWADDAH adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, mahunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2). CINTA RAHMAH adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih walaupun ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.

Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antara orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.

Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim ertinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3). CINTA MAIL adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedut seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4). CINTA SYAGHAF adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) boleh jadi seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyedari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5). CINTA RA'FAH iaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak sanggup membangunkannya untuk solat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kes hukuman bagi penzina (Q/24:2).

6). CINTA SHOBWAH iaitu cinta buta, cinta yang mendorong kelakuan yang menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)

7). CINTA SYAUQ (RINDU). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahawa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika,
aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.

Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab “Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin”, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, (hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi).

8). CINTA KULFAH yakni perasaan cinta yang disertai kesedaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)

semoga bermanfaat......

"ISLAM MENGATUR CINTA"

www.Virtual Islamic.Blogspot.com
Cinta …kata-kata ini saat ini sangatlah mendominasi. Cinta bisa mengalahkan segalanya, cinta adalah sumber kehidupan, cinta adalah penerang…begitu katanya. Tapi apakah memang seperti itu kenyataannya. Ketika membicarakan cinta, saat ini masyarakat diarahkan untuk menjadikan cinta yang lebih utama dibandingkan apapun. 
Kita lihat sinetron-sinetron saat ini, atas nama cinta, tidak lagi perduli apakah seseorang itu sudah ada yang memiliki atau tidak. Seperti dalam sinetron the bold and the beautiful, atas nama cinta seorang ibu tega terhadap anaknya sendiri, karena dia sudah terlanjur cinta sama suami anaknya dan bahkan bapak dari cucunya sendiri akhirnya dia menikahi suami anaknya tersebut, masyaAllah…dan atas nama cinta juga seorang laki-laki menikah dengan laki-laki dan seorang perempuan menikah dengan perempuan, naudzubillahhimindhalik
Tapi disisi yang lain, film-film juga mengajarkan bahwa cinta itu adalah menerima orang apa adanya, dan mencintainya dengan sepenuh hati, kalau bisa sehidup semati. Seperti dalam film Romeo and Juliet, karena saling mencintai dan tidak ingin dipisahkan akhirnya mereka mati bersama. Mereka tidak lagi peduli apakah maninggalnya mereka dengan cara yang benar (Husnul khotimah) atau cara yang bathil, tapi atas nama cinta semuanya begitu terasa haru dan bahkan terkadang kita terhanyut dan akhirnya membenarkan saja apa yang mereka lakukan. Lain lagi dengan film Bridget Jone’s Diary, disitu digambarkan, seorang Mark Darcy yang begitu sempurna, dia seorang top lawyer di England karena begitu mencintai si Bridget (Renée Zellweger) dia menerima si Bridget dengan sepenuh hati, meskipun si Bridget orangnya gendut, suka berbuat yang memalukan dll. Bahkan Si Darcy rela melakukan apa saja untuk membuat Bridget senang. Duh begitu indahkan cinta…. 
Pada kenyataannya, cinta tidaklah seindah apa yang digembor-gemborkan. Pada faktanya si Renée Zellweger pada kehidupan nyatanya dia harus berpisah dengan suaminya, karena dia tidak mau menguruskan badan dia kembali seperti semula (itu kata suatu majalah, tidak tahu kepastian kebenarannya). Dan banyak sekali contoh kehidupan disekeliling kita, ketika girl friendnya bunuh diri apakah lantas boy friendnya ikut bunuh diri juga…ndak kan, bahkan kebanyakan mereka cari pasangan lain lagi, yang mati..ya mati sia-sia saja. 
Begitu juga ketika kita menikah, apakah lantas cinta suami itu milik istri sepenuhnya atau cinta istri milik suami sepenuhnya, duh…tak tahu lah. Mungkin seorang pasangan pernah membicarakan tentang poligami (yang itu mubah dalam Islam, dan saat ini diopinikan seakan-akan hal yang merugikan wanita). Ketika berbicara poligami saat ini seakan-akan pihak perempuan adalah pihak yang merugi, dan pihak laki-laki digambarkan sebagai sosok yang serakah dan sebagainya. Jadi seakan-akan cinta itu haruslah mendominasi, seluruh kehidupan. Sampai-sampai hukum Allahpun kalau berdasarkan cinta merugikan, maka hukum Allah itu akan dianggap suatu hal jelek, masyaAllah… 
Begitulah akibat dari sistem kapitalis saat ini, segala sesuatu diukur berdasarkan kenikmatan materi belaka. “Cinta” adalah salah satu ide yang dihembuskan kepada ummat Islam saat ini. Saat ini ide tersebut sangat berhasil mempengaruhi kaum muslimin, dan terutama kalangan pemudanya. 
Islam datang seperangkat hukum yang lengkap dan jelas. Dalam permasalahan cinta inipun Islam punya aturannya. Nah coba mari kita membuka kembali al-Qur’an tentang pembahasan cinta ini. 
Bagaimana Islam menempatkan cinta?
Dalam al-Qur’an Allah sudah jelas sekali mendudukkan cinta ini, bagaimana cinta seorang hamba terhadap Allah dan Rasulnya, cinta seorang orang tua terhadap anaknya, cinta seseorang terhadap harta dan perniagaannya, dan bagaimana cinta seseorang terhadap saudaranya dan bagiamana pula cinta seorang Islam terhadap orang kafir. Allah menjelaskan hal ini dengan gamblang dan terperinci.
Wujud cinta seorang hamba terhadap Allah dan Rasulnya, tiada lain hanya dengan cara mengikuti syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah.
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Ali Imran [3]: 31)
Cinta hama terhadap Allah dan Rasulnya, mengalahkan terhadap cintanya kepada yang lainnya, tak terkecuali anak dan istrinya bahkan jiwanya.
“Katakanlah: ‘jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (Qs. At Taubah [9]: 24)
Bagaimana ketika kita murtad (tidak lagi memeluk ajaran Allah), Allah tidaklah membutuhkan cinta kita, tapi kitalah yang membutuhkan cintaNya.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Al Maidah [5]: 54)
Terhadap saudara kita seaqidah, haruslah kita mencintainya seperti kita mencintai diri kita sendiri, bahkan lebih dari cinta kita terhadap diri kita sendiri. Hal ini sudah dicontohkan oleh para sahabat, yaitu persahabat antara kaum Anshor dan Muhajirin. Betapa cinta mereka terhadap saudaranya, kaum Anshor rela memberikan apa saja yang mereka punyai meskipun diri mereka dalam keadaan susah.
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9)
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’” (Qs. Al Hasyr [59]: 10)
Islam juga menjelaskan bagaimana cinta kita terhadap orang kafir.  Terhadap sesama muslim kita saling berkasih sayang, namun keras terhadap orang kafir, apalagi terhadap orang kafir yang menyerang ummat Islam.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”. (Q.s Al Fath [48]: 29)
Selain itu juga Islam mengajarkan bagaimana cinta seorang anak terhadap bapak ibunya. Ibu yang telah melahirkan kita, dan bapak ibu yang telah merawat kita sejak kita tidak mampu berbuat apa-apa. Allah menyuruh seorang anak untuk berbakti kepada keduanya dan bersyukur kepada Allah.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (Qs. Al Ahqâf [46]:15)
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (Qs. Luqman [31]:14)
Dari Abu Hurairah r.a, katanya: “Seseorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya, Rasulullah, siapakah dari keluargaku yang paling berhak dengan kebaktianku yang terindah?” Jawab beliau, “Ibumu!, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian yang terdekat kepadamu, yang terdekat”.
Dan yang tidak kalah penting, didalam al-Qur’an dijelaskan juga bagaimana cinta Allah terhadap hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa.

“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (Ali Imran [3]:76)
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (Qs. An-Nisâ’ [4]: 69)
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Qs. al-Mâ’idah [5]: 93)
Jadi penempatan cinta itu tidaklah membabibuta, sebagai orang muslim kita haruslah mengikuti perintah Allah, begitu juga ketika menempatkan cinta. Kita harus menempatkan cinta terhadap Allah diatas cinta yang lainnya, bahkah mengalahkan cinta seorang istri terhadap suaminya dan mengalahkan cinta seorang ibu terhadap anak-anaknya. Sebagai seorang istri, haruslah paham cinta suami tidaklah mutlaq untuk istri. Sebagaimana penjelasan ayat-ayat diatas, ketika ada panggilan jihad seorang suami haruslah rela meninggalkan istri dan anak-anaknya demi melaksanakan perintah Allah yang mulia. Bahkan seorang istri haruslah mengalah terhadap orang tua suami, karena orang tualah yang lebih punya haq terhadap suami kita.
Seorang pemuda Islam haruslah mengerti Islam, para pemuda inilah yang menjadi tumpuan kebangkitan Islam. Kalau sampai para pemuda Islam dibuai dengan “cinta” yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam, maka kita akan bisa menebak apa yang akan terjadi nantinya. Pemuda Islam harus menyingkirkan virus-virus “cinta” yang tidak jelas artinya itu. Pemuda Islam haruslah menjadikan cinta kepada Allah menjadi cinta yang utama, berbakti kepada bapak ibunya dan bersaudara terhadap sesama muslim. So jangan mau lagi dilenakan oleh sesuatu yang tidak jelas artinya dan tidak jelas balasannya. Kalau kita mencintai dan dicintai karena Allah, insyaAllah jannahlah balasannya.
Amat jelas dan terperinci sekali penjelasan Allah dalam ayat-ayatnya, masihkan kita mengikuti arus dimasyarakat yang menjadikan cinta sebagai tolak ukur kehidupan? Hanya al-Qur’an dan as-Sunnah sajalah yang pantas untuk kita jadikan tolak ukur dalam kehidupan kita. Semoga ummat Islam kembali menjadikan Islam sebagai bagian dari hidupnya kembali.

26 Mei 2011

Tiga Calon Penghuni Neraka

www.Virtual Islamic.Blogspot.com

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dayyuts yaitu kepala rumah tangga membiarkan kemungkaran dalam rumah tangganya.” (HR. Nasa’I 5: 80-81; hakim 1: 72, 4: 146-147; Baihaqi 10: 226 dan Ahmad 2: 134)
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia kemudian memberikan kepada mereka petunjuk agar selamat di dunia dan akhirat. Petunjuk yang diberikan tersebut berupa Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang harus ditaati dan diamalkan.
Barangsiapa yang menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta mengabaikan perintah dan larangan-Nya akan memperoleh adzab. Allah Yang Maha Adil berkuasa memasukkan menusia ke dalam Surga atau Neraka, tergantung dari amal perbuatan mereka. Bila ada yang dimasukkan-Nya ke dalam Neraka maka halitu adalah berdasarkan keadilan-Nya, Dia sekali-kali tidak berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya.
Perintah dan larangan Allah kepada manusia pada hakikatnya adalah demi kemashlahatan menusia itu sendiri. Kendatipun demikian, masih ada saja di antara manusia yang mengabaikan peringatan dan ancaman Allah itu. Maka sudah selayaknya bila Allah menimpakan hukuman akibat perbuatan mereka.
Di antara sekian banyak larangan Allah yang harus dijatuhi dan haram dikerjakan ialah:
a.    Durhaka kepada Kedua Orang Tua
Banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menrengkan kewajiban berbakti kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa agungnya hak mereka dan haram mendurhakai mereka. Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janagnlah sekali-kali kamu mengucapkan ‘Ah’ dan janganlah kamu membentakmereka, akan tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan kasih saying, serta ucapkan: ‘wahai rabbku kasihanilah keduanya sebagaimana mereka telah mendidik aku di waktu kecil.’” (QS. al-Isra’: 23-24)
Berdasarkan ayat di atas, ayah dan ibu adalah orang yang wajib ditaati sesudah Allah dan Rasul-Nya. Kebaikan mereka, khususnya ibu kepada anaknya, tidak dapat dinilai dengan materi. Ibu mengandungnya dengan susah payah, kemudian melahirkannya juga dengan susah payah dan terkadang harus berhadapan dengan maut, menyusui dalam masa berbulan-bulan, bekerja siang dan malam bahkan terkadang harus bengun di tengah malam demi menemani anaknya yang sakit pada saat manusia sedang tidur nyenyak.
Kedua orang tua merasa bertanggungjawab memelhara, mendidik, dan mencari nafkah untuk anak-anak mereka. Mereka pun akan merasa gembira ketika anaknya mendapatkan kesenangan, dan menangis serta bersedih bila si anak mendapatklan musibah. Kedua orang tua selalu memikirkan kabahagiaan masa depan si anak.
Kalaupun ada orang tua yang buruk akhlaknya, maka mereka tidak ingin anaknya rusak seperti keadaan mereka. Mereka pun tetap berharap agar anak-anak mereka menjadi anak yang shalih. Hal ini merupakan fitrah manusia.
Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya mewajibkan kepada setiap anak agar:
-          Berbuat baik kepada kedua orang tua
-          Bersyukur kepada Allah dan kepada mereka
-          Berlaku lemah lembut kepada mereka
-          Berkata perkataan yang baik dan penuh hormat
-          Mendo’akan keduanya
Perlu diingat bahwa ketaatan kepada orang tua tidak boleh dalam hal-hal yang bertentangan dengan syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan,
“Tidak boleh seseorang taat kepada siapapun (makhluk) dalam hal berbuat maksiat kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (HR. Ahmad 5/66, Hakim)
Jadi gambaran durhaka kepada orang tua yaitu anak tidak taat kepada mereka dalam hal yang ma’ruf (sesuai sayari’at).
Menurut para ulama, tanda anak durhaka itu ialah:
-          Anak yang tidak mau tahu hak-hak orang tua
-          Tidak mau mendengar nasihat mereka bahkan menjelekkannya
-          Anak yang tidak mau membantu orang tuanya yang miskin padahal dia mampu,
-          Berkata kasar, membentak, memukul,
-          Selalu mengeluh dan membengkit-bangkitkan pemberiannya,
-          Memaksa kedua orang tuanya agar memenuhi kebutuhan dirinya. (As-Suluk Al-Ijtima’i fil Islam, al-Kabair, Buyut La Tadkhuluhal Malaaikah)
Anak yang durhaka tidak hanya mendapatkan siksa di akhirat, akan tetapi di dunia pun dia akan mendapatkan balasan buruk sebelum mati, berupa kehinaan, kefakiran, dan ditimpa berbagai macam penyakit. (Buyut La Tadkhuluhal Malaikah, hal. 35)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada dua perbuatan yang Allah segerakan siksanya di dunia yaitu melewati batas-batas Allah (zalim) dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Hakim; Lihat Shaih Jami’us Shaghir, 2810)
b.    Wanita yang Menyerupai Laki-Laki
Pada zaman sekarang sekarang ini, media massa selalu membesar-besarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, dengan istilah emansipasi. Para wanita menuntut agar haknya disamakan dengan laki-laki, padahal agama Islam telah mengatur bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Firman-Nya:
“Dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan.” (Ali Imran: 36)
Wanita sekarang menuntut ingin sama dengan laki-laki dalam segala hal, baik dalam lapangan kerja, pakaian, hak waris, maupun dalam masalah lainnya. Akibatnya, terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat. Merekamulai cenderung berorientasi pada materi. Setelah kesempatan kerja terbuka luas bagi wanita, mereka menjadi senang bertabarruj (buka aurat), menampakkan perhiasan dan auratnya serta mulai memakai pakaian yang tipis dan ketat. Mereka pun senang dan terbiasa berpakaian serupadengan laki-laki. Menurut mereka, :Ini adalah tuntutan profesi (karier)!!!???” Subhanallah.
Tahukah mereka bahwa Allah dan rasul-Nya melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan sebaliknya? Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alalihi wasallam telah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang mwmakai pakaian laki-laki. (HR. Abu Dawud, ahmad, Ibnu Majah, Hakim, dan Ibnu Hibban)
Dari Abdullah bin Amr radhiallallhu ‘anhu, ia berkata: aku pernah mendengar Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Ahmad 2/199-200, Thabrani,abu Nu’man dan Bukhari dalam kitab Tarikhnya)
c.    Dayyuts
Golongan ini adalah orang –orang yang membiarkan terjadinya kemungkaran di rumah tangganya. Firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-tahrim: 6)
Para ulama salaf menjelaskan makna jagalah dirimu dan keluargamau dari api neraka, sebagai berikut:
1.    Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Beramallah dengan taat kepada Allah, takut berbuat maksiat, dan perintahkan keluargamu agar ingat hokum-hukum-Nya, niscaya Dia akan menyelamatkanmu dari api neraka.”
2.    Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata: “Ajarkanlah akhlak dan kebaikan budi pekerti kepada mereka.”
3.    Mujahid rahimahullah berkata: “takutlah kepda Allah dan nasihatilah keluargamu supaya bertaqwa kepada-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/412-413)
Ayat di atas mewajibkan seorang suami atau kepala rumah tangga bertanggungjawab dalam rumah tangganya. Seorang bapak atau suami merupakan orang pertama dalam rumah tangga yang harus berusaha agar rumah tangganya damai, tenteram, dan penuh rahmat Allah. Untuk itu, diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh.
Terkadang seorang bapak mempunyai cita-cita seperti itu namun salah mengambil jalan sehingga cita-citanya tidak terwujud.
Karena itu, tarbiyyah (pendidikan) dan pembinaan rumah tangga harus mendapatkan priorotas utama. Seorang bapak harus berupaya membina isteri, anak, dan keluarga yang terdekat semisal mengingatkan mereka untuk shalat.
Jika seorang bapak atau suami bersikap diam dan merasa aman terhadap isteri dan anaknya yang sudah terperangkap dalam adat jahiliyah, atau telah melanggar syari’at Islam, maka suami atau bapak seperti inilah yang dinamakan dayyuts.
Sikap suami yang membiarkan isteri dan anaknya berbuat kejelekan dalam rumah tangganya sangat berbahaya. Ia membiarkan anak dan isterinya meninggalkan shalat, membiarkan mereka mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram. Ia menganggap baik perbuatan keji, zina beserta sarana yang membawa kepada zina. Ia tidak merasa cemburu pada perbuatan isteri dan anak-anaknya, bahkan ia membiarkan mereka berbuat maksiat. Maka, kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari kiamat.
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketauhilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin atas rakyatnya dan bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang perempuan juga pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas itu semua, seorang hamba sahaya bertanggung jawab terhadap harta tuannya.” (HR. Bukhari, Muslim, ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi.)
(sumber : Ustd. Abu Jibriel, dari majalah Syari’ah)

06 Mei 2011

Menyingkap 1001 Hikmah Shalat Subuh

www.Virtual Islamic.Blogspot.com

“Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya” Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya; dan kalau jelek, maka jeleklah seluruh amalnya. Bagaimana mungkin seorang mukmin mengharapkan kebaikan di akhirat, sedang pada hari kiamat bukunya kosong dari shalat Subuh tepat waktu?
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” [HR Al-Bukhari dan Muslim]
Shalat Subuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rekaatnya; hanya dua rekaat saja. Namun, ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit (sampai matahari terbit)
Ada hukuman khusus bagi yang meninggalkan shalat Subuh. Rasulullah saw telah menyebutkan hukuman berat bagi yang tidur dan meninggalkan shalat wajib, rata-rata penyebab utama seorang muslim meninggalkan shalat Subuh adalah tidur.
“Setan melilit leher seorang di antara kalian dengan tiga lilitan ketika ia tidur. Dengan setiap lilitan setan membisikkan, ‘Nikmatilah malam yang panjang ini’. Apabila ia bangun lalu mengingat Allah, maka terlepaslah lilitan itu. Apabila ia berwudhu, lepaslah lilitan yang kedua. Kemudian apabila ia shalat, lepaslah lilitan yang ketiga, sehingga ia menjadi bersemangat. Tetapi kalau tidak, ia akan terbawa lamban dan malas”.
“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]
Allah akan memberi cahaya yang sangat terang pada hari kiamat nantinya kepada mereka yang menjaga Shalat Subuh berjamaah (bagi kaum lelaki di masjid), cahaya itu ada dimana saja, dan tidak mengambilnya ketika melewati Sirath Al-Mustaqim, dan akan tetap bersama mereka sampai mereka masuk surga, Insya Allah.
“Shalat berjamaah (bagi kaum lelaki) lebih utama dari shalat salah seorang kamu yang sendirian, berbanding dua puluh tujuh kali lipat. Malaikat penjaga malam dan siang berkumpul pada waktu shalat Subuh”. “Kemudian naiklah para Malaikat yang menyertai kamu pada malam harinya, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka - padahal Dia lebih mengetahui keadaan mereka - ‘Bagaimana hamba-2Ku ketika kalian tinggalkan ?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami jumpai mereka dalam keadaan shalat juga’. ” [HR Al-Bukhari]
Sedangkan bagi wanita - walau shalat di masjid diperbolehkan - shalat di rumah adalah lebih baik dan lebih banyak pahalanya, yaitu yang mengerjakan shalat Subuh pada saat para pria sedang shalat di masjid. Ujian yang membedakan antara wanita munafik dan wanita mukminah adalah shalat pada permulaan waktu.
“Barang siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Shalat Subuh menjadikan seluruh umat berada dalam jaminan, penjagaan, dan perlindungan Allah sepanjang hari. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka” [HR Muslim, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]
Banyak permasalahan, yang bila diurut, bersumber dari pelaksanaan shalat Subuh yang disepelekan. Banyak peristiwa petaka yang terjadi pada kaum pendurhaka terjadi di waktu Subuh, yang menandai berakhirnya dominasi jahiliyah dan munculnya cahaya tauhid. “Sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat?” (QS Huud:81)
Rutinitas harian dimulainya tergantung pada pelaksanaan shalat Subuh. Seluruh urusan dunia seiring dengan waktu shalat, bukan waktu shalat yang harus mengikuti urusan dunia.
“Jika kamu menolong (agama) Allah, maka ia pasti akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad : 7)
“Sungguh Allah akan menolong orang yang menolong agamanya, sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa” (QS Al-Hajj:40) 

TIPS MENJAGA SHALAT SUBUH :
-          Ikhlaskan niat karena Allah, dan berikanlah hak-hak-Nya
-          Bertekad dan introspeksilah diri Anda setiap hari
-     Bertaubat dari dosa-dosa dan berniatlah untuk tidak mengulangi kembali
-          Perbanyaklah membaca doa agar Allah memberi kesempatan untuk shalat Subuh
-          Carilah kawan yang baik (shalih)
-          Latihlah untuk tidur dengan cara yang diajarkan Rasulullah saw (tidur awal; berwudhu sebelum tidur; miring ke kanan; berdoa)
-          Mengurangi makan sebelum tidur serta jauhilah teh dan kopi pada malam hari
-          Ingat keutamaan dan hikmah Subuh; tulis dan gantunglah di atas dinding
-          Bantulah dengan 3 buah bel pengingat(jam weker; telpon; bel pintu)
-          Ajaklah orang lain untuk shalat Subuh dan mulailah dari keluarga
-          Jika Anda telah bersiap meninggalkan shalat Subuh, hati-hatilah bila Anda berada dalam golongan orang-orang yang tidak disukai Allah untuk pergi shalat. Anda akan ditimpa kemalasan, turun keimanan, lemah dan terus berdiam diri.


Disarikan dari :
Buku “MISTERI SHALAT SUBUH”
Menyingkap 1001 Hikmah Shalat Subuh Bagi Para Pribadi dan Masyarakat
Pengarang : DR. Raghib As-Sirjani
Penerbit : Aqwam