Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Khairukum An fa'uhum linnaas
" yang terbaik diantara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia "

04 April 2011

INDAHNYA MENJAGA LISAN

www.Virtual Islamic.Blogspot.com
Kata lisan, sudah tidak asing lagi kita dengar, siapa orangnya yang tidak tau lisan? Tempatnya? Dan Bentuknya? Setingkat anak balitapun sudah mengetahui apa itu lisan. Dan topic ini tidak akan habis diperbincangkan dan menjadi sumber sorotan dari berbagai masalah. Akan tetapi sejauh ini masih banyak orang yang belum mampu menjaga lisannya, karena setiap saat kita membutuhkan lisan, siapa orangnya yang mampu menahan gerak lisannya walaupun hanya satu jam, kecuali dalam suasana tidur. Orang menggunakan lisannya sebagai alat untuk berbicara, berkomunikasi, mencurahkan isi hatinya dan berinteraksi dengan orang lain. Begitu pula orang menggunakan lisannya untuk mengecap lezatnya makanan yang dihidangkannya. Maka dari pada itu harus kita syukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita dalam bentuk lisan ini.

Bentuk kesyukuran kita terhadap nikmat Allah ini dapat kita lakukan dengan berbagai cara, diantanya: pertama: menyakini dan bersaksi dari lubuk hati yang paling dalam bahwa hanya Allah yang memberikan nikmat ini, kedua: memuja dan memuji Allah dengan lisan kita seperti, bertasbih, bertahmid, beristighfar dll, ketiga: menggunakan nikmat Allah (lisan) dalam hal-hal kebaikan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang dan dimurkai Allah.

Perlu diingat bahwa lisan bagaikan pedang yang dapat membawa ahlinya menuju kebaikan dan kebathilan, bahkan lebih tajam dari pedang. Walaupun hanya berbentuk daging tak bertulang, kecil dan mungil, apabila telah melukai seseorang, maka tak satu pun dokter spesialis yang dapat mengobatinya. Lebih baik luka terkena pedang dari pada luka terkena lidah, sebagaimana pepatah mengatakan “Allisaanu yanfudu ma laa tanfudu Al-Ibrah” yang artinya “Lisan itu dapat menembus apa yang tidak dapat ditembus oleh jarum”. Maka dari pada itu lisan kerap sekali kaitannya dengan hati. Maka dari pada itu dianjurkan bahkan disyaratkan bagi seorang muslim untuk menjaga lisannya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (QS Al Ahzab [33]:70) Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam". Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam hadist lain Rasulullah bersabda yang artinya: “ Seorang muslim ialah yang selamat atas lisan dan tangannya” (HR. Bukhari)

Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara, tetapi setiap kali berbicara bisa dipastikan kebenarannya. Setiap butir kata bagai untaian mutiara yang indah, berharga, berbobot, dan monumental. Bahkan bisa menembus, menggugah, menghujam, dan memiliki daya ubah hingga menjadi kebaikan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda. Artinya : "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. ‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

Mulut kita ini seperti corong teko. Teko hanya akan mengeluarkan isi yang ada. Kalau di dalamnya air bersih, yang keluar bersih. Kalau di dalamnya air kotor, yang keluar pun kotoran. Karenanya bila kita ingin mengetahui derajat seseorang, lihatlah dari apa yang diucapkannya.
Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”.

Kualitas seseorang bisa terlihat dari kemampuan menjaga lidahnya. Sebaik-baik perkataan adalah perkataan yang sanggup mengatakan kebenaran dan ketika Rasulullah ditanya akhlaknya, beliau menjawab akhlak beliau adalah Al-Quran. Rasul termasuk orang yang jarang berbicara tetapi sekali berbicara bisa dipastikan kebenarannya.

Sebuah kitab mengisyaratkan tentang derajat orang dilihat dari pembicaraannya:

Pertama, orang yang berkualitas. Cirinya, jika berbicara sarat dengan hikmah, solusi, ide, gagasan, ilmu, atau zikir. Jika diajak berbicara apa pun ujungnya selalu bermanfaat.

Kedua, orang yang biasa-biasa. Cirinya sibuk menceritakan peristiwa, hampir segala peristiwa dikomentari. Tidak terlarang menceritakan peristiwa, tapi renungkanlah apakah ada manfaatnya atau tidak.
Ketiga, orang yang rendahan. Cirinya selalu mengeluh, mencela, atau menghina.
Keempat, orang yang dangkal. Cirinya sibuk menyebut-nyebut amal, jasa, dan kebaikannya. Orang seperti ini ibarat gelas kosong yang inginnya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri, inginnya dihargai terus.

Bagaimana halnya dengan orang yang suka bergosip? Bergosip sepertinya merupakan hal yang umum, padahal itu termasuk dosa besar dan tak akan diampuni Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang digosipi. Ghibah yang dalam bahasa gaulnya sering disebut dengan Gosip adalah menceritakan kejelekan seseorang yang bila mendengar sakit hati.

Bila kejelekan yang dibicarakannya itu benar, maka itu adalah ghibah yang dosanya sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Tapi bila yang dibicarakannya itu ternyata salah, maka itu adalah fitnah yang dosanya lebih keji daripada membunuh. Karenanya jangan pernah mau terlibat dalam perbincangan tentang kejelekan orang lain, karena bisa jadi kita memfitnah seseorang tanpa kita sadari.

Jika pernah bergosip, maka bertobatlah, mintalah ampun kepada Allah dan jangan sekali-kali mengulanginya, kecuali perbincangan yang dilakukan sebagai upaya untuk menolong dan memperbaiki kekurangan seseorang, bukan untuk sekadar membicarakan aibnya, apalagi untuk menyebarkan aibnya.

Bagaimana menghadapi orang yang tak bisa menjaga lidahnya? Kita tak bisa memaksa orang lain untuk bersikap sesuai dengan keinginan kita, tapi kita bisa memaksa diri kita untuk memberikan sikap terbaik terhadap orang lain.

Dengarkanlah pembicaraan orang lain sepanjang dalam kebenaran, tapi bila yang dibicarakannya kebatilan, maka kita harus menolong orang yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Kita harus berani mempersingkat pembicaraan, memberhentikan, atau meninggalkannya. Syukur bila kita bisa memberi contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan memberikan ilmu tentang bagaimana menjaga lisan. Yang pasti jangan dihina, direndahkan atau diremehkan, sebab kita bisa menjaga lisan pun karena pertolongan dan taufik Allah jua, hingga kita justru berutang kepada orang-orang yang belum baik lisannya.

Lalu bagaimana bila ada orang yang rajin membaca Alquran, tapi lisannya tak terjaga? Kita jangan terlalu mudah menilai orang lain, sebaiknya kita husnudzan dulu. Mungkin ia sedang berusaha keras untuk menjaga lisannya, tetapi belum mencapai hasil yang diharapkan. Karena manusia tidak bisa dinilai hanya dari lahirnya saja, dan apabila kita tidak mengetahui apa tersembunyi dalam hatinya, jalan yang terbaik adalah menyerahkan perkara tersebut kepada Allah, karena hanya Allah yang mengetahui apa yang tersebunyi dalam hati seseorang, dan berkhusnu dhon, karena dengan husnudhon kita lebih selamat dibandingkan bersu’udhon, ketahuilah inna ba’dho dhonni istmun sesungguhnya dalam sebagian mengira-ngira itu adalah dosa.

Ada orang yang lahir di lingkungan yang buruk sekali sedemikian rupa, walaupun ia banyak belajar ilmu agama dan sudah berusaha untuk berubah, pengaruh masa lalunya masih kuat sekali. Orang ini perlu perjuangan yang lebih gigih daripada orang-orang yang lahir dalam lingkungan yang baik.

Tidak pernah seseorang terampil menjaga lisannya kecuali dengan ilmu dan kesungguhan melatih diri. Percayalah, makin banyak bicara, makin banyak peluang tergelincir lidah. Dan kalau tergelincir lidah, selain akan berdosa juga kehormatan kita akan runtuh. Tetapi orang yang banyak bicara tak selalu berarti buruk. Yang buruk itu adalah orang yang banyak membicarakan kebatilan, dan kesombongan. Para guru, Ustad, atau Kyai sekalipun justru bisa menjadi masalah jika tak berbicara.

Dari beberapa keterangan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa, keselamatan seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat kelak dapat disebabkan karena menjaga lisannya dan bahkan seluruh anggota tubuh kita. Dan ingatlah bahwasannya seluruh apa yang kita miliki, kita lakukan akan dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya kelak. Maka dari pada itu sudahkan kita mempersiapkan diri? Seberapa besar persiapan kita? Dan semoga dengan berkurangnya umur kita semakin bertambah amal ibadah kita, dengan cara merubah diri kita menuju yang lebih baik.

Ya Allah, Engkau Mahatahu niat di balik setiap patah kata yang terucap. Ampunilah jikalau lisan ini sering riya’, dusta, melukai hati hamba-hamba-Mu, atau tidak menepati janji. Basahi lidah kami dengan kelezatan menyebut nama-Mu. Jadikanlah lisan kami menjadi lisan yang Kau ijabah doanya, menjadi cahaya ilmu, dan menjadi bekal bagi kepulangan kami kelak kepada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar